photo KK4a_zpsa174a18a.png

Latest Post

Belum terhapus waktu

Written By Unknown on Jumat, 11 Juli 2014 | 10.51

Seringkali aku bertanya-tanya, mengapa kiranya kenangan tercipta tak semudah kita menghapusnya?

Kuharap ingatan tentang kita masih tersimpan di dalammu, entah di lipatan memorimu sebelah mana, aku tak begitu peduli. Sebab di dalamku, segala tentang kita berputar-putar tanpa henti. seperti lagu kesukaanku yang liriknya kuhafal jelas, kata demi kata.

Kita pernah seperti cinta dan benci, yang tak pernah bisa lepas satu sama lain. Kita pernah seakrab kelopak dan air mata, tidak peduli sedang sedih maupun bahagia. Hari-hari pernah selalu dipenuhi oleh kamu dan aku sama sekali tak merasa jemu.


Terbiasa akan hadirmu ternyata tak begitu baik untuk hari depanku. Membuatku selalu ingin berada di masa lalu, ketika hati tak perlu lelah mencari-cari jalan keluar untuk melupakan siapapun. Bukan salahmu membuat aku cinta setengah mati, ini salah hati mengapa begitu saja padamu menjatuhkan diri.

Memang, tak ada hati yang bisa memilih tujuannya. Namun, semua kembali kepada bagaimana kita mencinta. Dan seakan kamu adalah laut yang paling dalam, aku entah mengapa rela menyerahkan diri menjadi penyelam yang tetap saja, pada akhirnya tenggelam.

Kepadamu, aku pernah mempertaruhkan harga diri hingga rela bertindak bodoh dan rasa malu sudah tak kuacuhkan lagi. Kepadamu aku pernah dengan pasti menggantungkan perasaan, tapi ternyata kita semata-mata angan. Di antara kita pernah ada rasa yang serupa tergapai, namun nyatanya tak kunjung sampai.

Kupikir, detak jantung kita kala berjumpa saling seirama, namun ternyata hanya perasaanku saja. Kupikir, akan kepadaku kamu menjatuhkan cinta, namun ternyata kisah romantis tentang kita tidak akan pernah ada. Ke manapun kamu menuju, aku menunggu kita untuk saling bertemu, tapi ternyata tujuanmu bukanlah aku.

Kamu telah membuat aku pesimis tentang harapan. Betapa karenamu, kurasa aku tak akan mudah lagi percaya pada cinta yang kelak datang. Hati sudah jatuh terlalu jauh, membawa serta kecewa di saku bajunya. Tanpa pernah tahu, semestinya ia juga berbekal obat penyembuh luka. Kemudian, aku merasa benci pada kenyataan yang terjadi; seperti menyalahkan nasibku sendiri atas ketidakberuntunganku memilikimu.

Lalu sekarang apa?

Selain luka, masa lalu juga ternyata mewariskan berlaksa kenangan yang sulit untuk kulupa. Di antara sebagian kenangan yang senantiasa berkeliling itu, ada kamu berdiri tegak di balik segala alasan.

Mengapa setelah semesta tidak merestui kita, ia juga memberikan kenang-kenangan masa lalu yang ke manapun selalu membayangi langkah-langkah kakiku?

Aku seperti masih berdiam di hari-hari lampau, enggan untuk melangkah, hingga kemudian hampir punah dibalap oleh sang waktu. Aku masih berharap akan kita, saat jelas-jelas kamu sudah berkata tidak. 

Seharusnya ini bukan salah daya pikirku yang selalu ingat. Ini salahku yang enggan untuk lupa. Dan ketika kini kamu masih senantiasa mengitari benak, kubiarkan hingga akhirnya waktunya menghapusmu; mutlak.

==================
Sumber : Kolaborasi Rasa
Tim Kolaborasi Rasa, @lovepathie @estipilami dan @idrchi.



Bersabarlah, hati

Tak pernah terpikirkan sebelumnya, saat-saat seperti ini akhirnya datang juga. Ketika diri sendiri merasa terlalu sepi untuk lari dari sunyi, namun terlalu enggan mencari yang mampu mendampingi. Seakan cinta di dalam dada terlampau berharga untuk diberikan begitu saja. Seakan kosong di dalam hati terlalu kecil untuk bisa kututupi sendiri—padahal tidak. Semua bagai berpura-pura, namun bukan begitu sebenarnya. Aku hanya takut terluka, sebab segala cinta yang kukenal, belum ada yang berakhir bahagia.

Semiris itukah cinta yang menghampiri hati? Atau aku yang telah tak berhati-hati menaruh hati?


Jika mencintai berarti memberi hati seutuhnya, aku tidak ingin mempertaruhkannya pada yang mahir meretakkan. Karena tidak pernah ada yang tahu telah sejauh apa aku memunguti serpihan itu satu-satu, mengumpulkannya, lalu menyatukannya lagi hingga sempurna, hingga tak ada luka. Setelah sembuh, lalu semudah itu seorang baru merobohkan hatiku hingga lagi-lagi runtuh?

Aku tahu, tak baik terus begini. Bagaimana bahagia bisa mendatangi, jika membuka hati saja aku tak berani? Dengan alasan apapun, yang punya awal pasti kelak berakhir. Meski sudah melangkah paling hati-hati, kuyakin ada saatnya hati akan sakit kemudian sembuh sendiri. Namun aku lelah terus menerus terjebak pada repitisi yang sama. Seseorang datang, mendekat, bersama, sakit, lalu berujung aku, atau dia yang luka.

Jika boleh memilih, aku ingin menggunting peta takdir. Agar tak perlu melalui banyak hati, dan langsung sampai di pelabuhan terakhir. Tapi inilah perjalanan. Kaki bertugas melintasi dan hati mempelajari apapun yang semesta beri. Sejuta tempat singgah, berkelana hingga berdiam di titik lelah, masing-masing dari kita pasti akan menemukan seseorang yang bisa disebut rumah.

Bukan soal akhir, bukan soal awal, bukan bagaimana memulainya dan bukan bagaimana caramu mengakhiri. Tapi ini tentang menjalani, bertahan dan mendewasa dalam setiap pilihan.

Di dasar hatiku pernah terletak beberapa nama. Di sela-sela tiap mula ada ketakutan yang sama, tentang hubungan yang berujung tanpa bersama. Tapi ini mungkin hanya soal bertoleransi dengan waktu. Jika cinta sudah mendatangi, sekeras apapun kamu menolak, ia pasti akan menang telak.

Jika ini hanya perihal waktu, aku tahu aku pintar menunggu. Namun barangkali, ini lebih dari itu. Sebab katanya, Tuhan hanya memberi sesuatu jika kita telah betul-betul siap memilikinya. Mungkin saja ada yang memang belum betul-betul siap—mungkin saja aku, mungkin saja kamu, mungkin saja entah. Meyakini hal-hal semu memang tak mudah, tapi lebih baik daripada menjatuhkan diri pada kesedihan yang salah.

Bersabarlah, hati. Yakinilah, di lain hari, kita akan lebih bahagia daripada ini.

==================
Sumber : Kolaborasi Rasa
Tim Kolaborasi Rasa, @lovepathie @estipilami dan @idrchi.



Bahagia Tanpa Kita

Kusebut kita calon masa depan, ketika rasa ini kurasa saling berbalasan. Namun itu telah menjadi masa lalu. Sebab kini, yang ada tetap saja aku dan kamu, tanpa ada rencana lagi menjadi ‘kita’ di situ. Kita pernah hampir bersama, kemudian takdir ternyata tak berjalan sebagaimana mestinya. Dan sedih adalah usaha yang percuma, sebab air mata nyatanya tak cukup kuat memanggil sebuah nama; namamu.

Kukira kalenderku akan penuh dengan cerita-cerita yang terisi oleh kita. Tapi nyatanya terlewati begitu saja tanpa sebuah kata bernama kita. Hanya kenangan tersisa sebagai kota lama, tanpa bisa lagi kuracik jadi buah tangan untuk masa depan. Tidak ada yang memulai, pun belum ada yang selesai.

Cerita kita hanya sebatas pemanis di negri utopia. Aliran air mata kini sampai tersumbat karena kode yang melahirkan kekecewaan sudah berkembang pesat. Aku tak ingin hati semakin melarat, seperti tak ada cinta tersisa untuk kupegang erat. Mungkin sesak akan berganti menjadi tawa lepas yang beranak pinak. Soal siapa si pemilik obat-obatan penyembuh hati, aku pun masih belum tahu pasti. Tapi yang kutahu, kecewa tak boleh lama-lama hinggap di bahu. Pintu hati harus kubukakan untuk objek baru itu.

Kesedihan tak boleh kupelihara berlama-lama, lalu hanya tumbuh seiring dengan hati yang semakin merana. Kamu pun sudah tak semestinya kupertahankan. Karena bukankah kita hidup untuk selangkah demi selangkah kebahagiaan?

Aku tidak mau menghadiahkan sekotak kisah-kisah menyedihkan untuk aku yang di masa depan. Aku tak mau hanya akan menjalani hari-hari dengan air mata. Karena tidak semua rasa akan dijemput dengan sosok yang sempat dipikirkan dalam benak, maka tak apa jika untuk kita semesta memilih tidak. Aku tidak memilih untuk menunggu lalu semakin akrab dengan waktu.

Karena yang tidak diperuntukkan untuk kita, bukankah seharusnya tidak perlu dipaksa?

Jika kelak datang kesempatan untuk kembali merajut yang telah berusaha kita lupakan, mungkin saja aku menolak. Bukan karena aku tak cukup cinta, namun aku lebih memilih jalan lain yang benar-benar dikehendaki semesta. Tentang segala indah yang pernah kita cipta bersama, tak pernah kubuang percuma. Selalu kusyukuri sebagai bahagia yang mampir meski hanya sementara.

Memang tak ada yang mudah dari mengikhlaskan, namun akan sulit pula jika dipaksa untuk kuteruskan. Sebab jika kamu memang untukku, Tuhan akan mempermudah jalan ke arah situ. Dan jika usahaku telah sampai di titik tertinggi, namun cinta tetap tak bisa kamu beri, mungkin inilah waktu yang tepat untuk pergi. Pergi untuk menemukan yang memang seharusnya kumiliki.

Lewat pusaran waktu, aku meninggalkan semua peduli beralamatkan kamu disitu. Di sebuah kota kenangan yang mungkin penuh dengan namamu seperti debu, ceritaku seperti dedaunan layu. Tapi tak apa, memang hati tak boleh terlalu lama dibiarkan pura-pura buta dan pura-pura tuli.

Lepaskan hati seperti kuda liar, biarkan cinta tanpa lapisan semu yang ia kejar. Hati hanya perlu belajar membukakan yang rela menunggu masuk di depan pagar. Lalu nanti terjadilah seleksi hati dan diri, beragam rasa baru yang lahir akan segera kucicipi. Cerita cinta itu mungkin tak seindah lukisan, tapi kita bisa jadi pelukis bagi kanvas kita sendiri.

Karena bahagia itu dimulai selangkah saat kita melepas yang membuat kita terluka.

Kesalahan membuat kita tersadar bagaimana caranya menjadi lebih benar. Aku bukan berbicara tentang kamu, tapi ini tentang pilihanku ketika memilih dan memilah langkah. Pada kamu, yang kutemukan hanyalah jalan buntu hingga sepatutnya aku mencari yang baru.

Aku percaya, Tuhan lebih tahu yang terbaik. Maka itu, aku mundur dan memutar arah balik. Hingga pada cinta yang menyenangkan aku akhirnya dipertemukan—kami dipertemukan. Lihatlah, betapa semesta selalu bisa menorehkan senyuman.

Hanya kadang aku yang terlalu sering mencari-cari kesedihan. Pada kenyataannya, kita memiliki jalan yang berbeda. Maka dari itu, selamat berbahagia meski bahagia tidak perlu melulu tentang kita.

Tuhan selalu membagi rata bahagia; tak mungkin pada hatimu diberikan, namun di hatiku porsinya dikurangkan. Mungkin aku hanya perlu bersabar, sebab sesuatu memang hanya akan datang ketika kita membutuhkan, bukan ketika diinginkan. Dan kuyakin, yang kubutuhkan kini adalah pelajaran dari cinta yang tak berakhir sejalan. Agar kelak, ketika hati telah didewasakan kenyataan, cinta yang baru akan lebih baik untuk kuberi pelan-pelan.

==================
Sumber : Kolaborasi Rasa
Tim Kolaborasi Rasa, @lovepathie @estipilami dan @idrchi.