Seringkali aku bertanya-tanya, mengapa kiranya
kenangan tercipta tak semudah kita menghapusnya?
Kuharap ingatan tentang kita masih tersimpan di
dalammu, entah di lipatan memorimu sebelah mana, aku tak begitu peduli. Sebab
di dalamku, segala tentang kita berputar-putar tanpa henti. seperti lagu
kesukaanku yang liriknya kuhafal jelas, kata demi kata.
Kita pernah seperti cinta dan benci, yang tak pernah
bisa lepas satu sama lain. Kita pernah seakrab kelopak dan air mata, tidak
peduli sedang sedih maupun bahagia. Hari-hari pernah selalu dipenuhi
oleh kamu dan aku sama sekali tak merasa jemu.
Terbiasa akan hadirmu ternyata tak begitu baik untuk
hari depanku. Membuatku selalu ingin berada di masa lalu, ketika hati tak perlu
lelah mencari-cari jalan keluar untuk melupakan siapapun. Bukan salahmu membuat
aku cinta setengah mati, ini salah hati mengapa begitu saja padamu menjatuhkan
diri.
Memang, tak ada hati yang bisa memilih tujuannya.
Namun, semua kembali kepada bagaimana kita mencinta. Dan seakan kamu
adalah laut yang paling dalam, aku entah mengapa rela menyerahkan diri menjadi
penyelam yang tetap saja, pada akhirnya tenggelam.
Kepadamu, aku pernah mempertaruhkan harga diri hingga
rela bertindak bodoh dan rasa malu sudah tak kuacuhkan lagi. Kepadamu aku
pernah dengan pasti menggantungkan perasaan, tapi ternyata kita semata-mata
angan. Di antara kita pernah ada rasa yang serupa tergapai, namun
nyatanya tak kunjung sampai.
Kupikir, detak jantung kita kala berjumpa saling
seirama, namun ternyata hanya perasaanku saja. Kupikir, akan kepadaku kamu
menjatuhkan cinta, namun ternyata kisah romantis tentang kita tidak akan pernah
ada. Ke manapun kamu menuju, aku menunggu kita untuk saling bertemu,
tapi ternyata tujuanmu bukanlah aku.
Kamu telah membuat aku pesimis tentang harapan. Betapa
karenamu, kurasa aku tak akan mudah lagi percaya pada cinta yang kelak datang.
Hati sudah jatuh terlalu jauh, membawa serta kecewa di saku bajunya. Tanpa
pernah tahu, semestinya ia juga berbekal obat penyembuh luka. Kemudian,
aku merasa benci pada kenyataan yang terjadi; seperti menyalahkan nasibku
sendiri atas ketidakberuntunganku memilikimu.
Lalu sekarang apa?
Selain luka, masa lalu juga ternyata mewariskan
berlaksa kenangan yang sulit untuk kulupa. Di antara sebagian kenangan yang
senantiasa berkeliling itu, ada kamu berdiri tegak di balik segala alasan.
Mengapa setelah semesta tidak merestui kita, ia juga
memberikan kenang-kenangan masa lalu yang ke manapun selalu membayangi
langkah-langkah kakiku?
Aku seperti masih berdiam di hari-hari lampau, enggan
untuk melangkah, hingga kemudian hampir punah dibalap oleh sang waktu. Aku
masih berharap akan kita, saat jelas-jelas kamu sudah berkata tidak.
Seharusnya
ini bukan salah daya pikirku yang selalu ingat. Ini salahku yang enggan untuk
lupa. Dan ketika kini kamu masih senantiasa mengitari benak, kubiarkan
hingga akhirnya waktunya menghapusmu; mutlak.
==================