photo KK4a_zpsa174a18a.png

Latest Post

Do,aKu MaLaM iNi : PiNaNG Dia

Written By Unknown on Rabu, 21 Januari 2015 | 04.47

Do,aKu MaLaM iNi :

TuHaN ToLoNG PiNaNG Dia uNTuKKu, aGaR SeMPuRNa aKu MeNJaLaNi SuNNaH RaSuLMu.

Do,aKu MaLaM iNi : JoDoHKaN aKu

Do,aKu MaLaM iNi :

TuHaN ToLoNG JoDoHKaN aKu DeNGaN Dia, aGaR aKu SeMPuRNa MeNJaDi MaNuSia.

MeNGaPa TuHaN TeRuS MeMBiaRKaNKu SeNDiRi

Written By Unknown on Senin, 19 Januari 2015 | 17.49

NYaTa aPaPuN YaNG KuPiNTa PaDa TuHaN SaaT aKu DaLaM KeSuLiTaN, SeLaLu DiKaBuLKaN. NaMuN TeTaP KeLuH KeSaH MeRaJai NuRaNii SaaT Ku SaDaRi MaSiH aDa YaNG TaK KuMeNGeRTi, MeNGaPa TuHaN TeRuS MeMBiaRKaNKu SeNDiRi TaNPa TeMaN HaTi MeNJaLaNi HiDuP iNi.

KaTa MuTiaRa BoB SaDiNo

“Banyak orang bilang saya gila, hingga akhirnya mereka dapat melihat kesuksesan saya karena hasil kegilaan saya”

“Orang goblok sulit dapat kerja akhirnya buka usaha sendiri. Saat bisnisnya berkembang, orang goblok mempekerjakan orang pintar”

“Orang pintar kebanyakan ide dan akhirnnya tidak ada satu pun yang jadi kenyataan. Orang goblok cuma punya satu ide dan itu jadi kenyataan”

“Saya bisnis cari rugi, sehingga jika rugi saya tetap semangat dan jika untung maka bertambahlah syukur saya”

“Sekolah terbaik adalah sekolah jalanan, yaitu sekolah yang memberikan kebebasan kepada muridnya supaya kreatif”

“Setiap bertemu dengan orang baru, saya selalu mengosongkan gelas saya terlebih dahulu”

“Orang pintar mikir ribuan mil, jadi terasa berat. Saya nggak pernah mikir karena cuma melangkah saja. Ngapain mikir, kan cuma selangkah”

“Orang goblok itu nggak banyak mikir, yang penting terus melangkah. Orang pintar kebanyakan mikir, akibatnya tidak pernah melangkah”

“Orang pintar maunya cepat berhasil, padahal semua orang tahu itu impossible! Orang goblok cuma punya satu harapan, yaitu hari ini bisa makan”

“Saya sudah menggoblokkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum menggoblokkan orang lain”

Sumber : RenaldieRps




aKu DaTaNG PaDaMu LeWaT PuiSi

Written By Unknown on Sabtu, 17 Januari 2015 | 17.50

aKu DaTaNG PaDaMu LeWaT PuiSi, aKu DeKaTi KaMu LeWaT HaTi. NaMuN RaSaMu PaDaKu TaK TeRSeNTuH JuGa, BuaTKu SeMaKiN PuTuS aSa.

JiKa iNDaH RaSaKu PaDaMu BuKaN CiNTa, MeNGaPa iNGiNKu uNTuK MeMiLiKiMu TaK BeRHeNTi JuGa. CK..CK..CK ..CiNTa MeMaNG LuaRBiaSa, MàMPu MeMBuaT HaTi LuKa LuKa SeBeLuM MeNeMuKaN BaHaGia.

CiNTa iTu TaK TeRJaNGKau RaMaLaN

CiNTa iTu TaK TeRJaNGKau RaMaLaN, BaHKaN MaMPu MeNYaTuKaN Dua HaTi YaNG MeMiLiKi KaRaKTeR BeRLaiNaN.

Wahai anakku ( Surat dari seorang ibu untuk anaknya yang tercinta )

Written By Unknown on Senin, 22 Desember 2014 | 18.57

Untuk anakku yang ku sayangi di bumi Alloh ta’ala

Segala puji ku panjatkan ke hadirat Alloh ta’ala, yang telah memudahkan ibu untuk beribadah kepada-Nya.
Sholawat serta salam, ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam-, keluarga, dan para sahabatnya.

Wahai anakku…
surat ini datang dari ibumu, yang selalu dirundung sengsara. Setelah berpikir panjang, ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri ini.

Setiap kali menulis, setiap itu pula gores tulisan ini terhalangi oleh tangis. Dan setiap kali menitikkan air mata, setiap itu pula, hati ini terluka.


Wahai anakku…
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak. Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau akan remas kertas ini, lalu engkau robek-robek, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati ibu, dan telah engkau robek pula perasaannya.

Wahai anakku…

25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku.

Suatu ketika dokter datang menyampaikan tentang kehamilanku, dan semua ibu sangat mengerti arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini, sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi ibu.

Semenjak kabar gembira tersebut, aku membawamu sembilan bulan. Tidur, berdiri, makan, dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi, itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.

Aku mengandungmu wahai anakku, pada kondisi lemah di atas lemah. Bersamaan dengan itu, aku begitu gembira tatkala merasakan dan melihat terjalan kakimu, atau balikan badanmu di perutku.

Aku merasa puas, setiap aku menimbang diriku, karena bila semakin hari semakin berat perutku, berarti dengan begitu engkau sehat wal afiat di dalam rahimku.

Anakku… 

Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah tiba pada malam itu, yang aku tidak bisa tidur sekejap pun, aku merasakan sakit yang tidak tertahankan, dan merasakan takut yang tidak bisa dilukiskan.

Sakit itu berlanjut, sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula, aku melihat kematian di hadapanku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia, dan engkau lahir. Bercampur air mata kebahagiaanku dengan air mata tangismu.

Ketika engkau lahir, menetes air mata bahagiaku. Dengan itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku kepadamu semakin bertambah, dengan bertambah kuatnya sakit.

Aku raih dirimu, sebelum ku raih minuman. Aku peluk cium dirimu, sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkongan.

Wahai anakku… 

Telah berlalu setahun dari usiamu. Aku membawamu dengan hatiku, memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Sari pati hidupku, kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur, demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu. Harapanku pada setiap harinya, agar aku selalu melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat, adalah setiap permintaanmu agar aku berbuat sesuatu untukmu. Itulah kebahagiaanku.

Lalu berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, selama itu pula, aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai… menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti… menjadi pekerjamu yang tidak pernah lelah… dan mendoakan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.

Aku selau memperhatikan dirimu, hari demi hari, hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu, wahai anakku…

Tatkala itu, aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan, demi mencari pasangan hidupmu, semakin dekat hari perkawinanmu anakku, semakin dekat pula hari kepergianmu.

Tatkala itu, hatiku serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka. Tangis telah bercampur pula dengan tawa.

Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan… karena engkau telah mendapatkan jodoh… karena engkau telah mendapatkan pendamping hidup… Sedangkan sedih karena engkau adalah pelipur hatiku, yang akan berpisah sebentar lagi dari diriku.

Waktu pun berlalu, seakan-akan aku menyeretnya dengan berat, kiranya setelah perkawinan itu, aku tidak lagi mengenal dirimu.

Senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihanku, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam, seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran, aku benar-benar tidak mengenalmu lagi, karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.

Terasa lama hari-hari yang ku lewati, hanya untuk melihat rupamu. Detik demi detik ku hitung demi mendengar suaramu. Akan tetapi penantianku seakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu, aku menyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering, aku merasa bahwa engkau yang akan menelponku. Setiap suara kendaraan yang lewat, aku merasa bahwa engkaulah yang datang.

Akan tetapi semua itu tidak ada, penantianku sia-sia, dan harapanku hancur berkeping. Yang ada hanya keputus-asaan… Yang tersisa hanya kesedihan dari semua keletihan yang selama ini ku rasakan, sambil menangisi diri dan nasib yang memang ditakdirkan oleh-Nya.

Anakku… 

Ibumu tidaklah meminta banyak, ia tidaklah menagih padamu yang bukan-bukan.

Yang ibu pinta kepadamu:

Jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu.

Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.

Dan ibu memohon kepadamu nak, janganlah engkau pasang jerat permusuhan dengan ibumu.

Jangan engkau buang wajahmu, ketika ibumu hendak memandang wajahmu.

Yang ibu tagih kepadamu:

Jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana, sekalipun hanya sedetik.

Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi. Atau sekiranya terpaksa engkau datang sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.

Anakku… 

Telah bungkuk pula punggungku… bergemetar tanganku… karena badanku telah dimakan oleh usia, dan telah digerogoti oleh penyakit… Berdirinya seharusnya telah dipapah… duduk pun seharusnya dibopong…

Akan tetapi, yang tidak pernah sirna -wahai anakku- adalah cintaku kepadamu… masih seperti dulu… masih seperti lautan yang tidak pernah kering… masih seperti angin yang tidak pernah berhenti…

Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikan dengan kebaikan, sedangkan ibumu, mana balas budimu, mana balasan baikmu?! bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air serupa?! bukan sebaliknya air susu dibalas dengan air tuba?! Dan bukankah Alloh ta’ala, telah berfirman:

هل جزاء الإحسان إلا الإحسان

Bukankah balasan kebaikan, melainkan kebaikan yang serupa?!

Sampai begitukah keras hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu.

Wahai anakku… 

Setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak?! Karena engkau adalah buah dari kedua tanganku… Engkau adalah hasil dari keletihanku… Engkaulah laba dari semua usahaku…

Dosa apakah yang telah ku perbuat, sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?!

Pernahkah suatu hari aku salah dalam bergaul denganmu?!

Atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?!

Tidak dapatkah engkau menjadikanku pembantu yang terhina dari sekian banyak pembantu-pembantumu yang mereka semua telah engkau beri upah?!

Tidak dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu?!

Dapatkah engkau sekarang menganugerahkan sedikit kasih sayang demi mengobati derita orang tua yang malang ini?!

إن الله يحب المحسنين

Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berbuat baik.

Wahai anakku… 

Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.
Wahai anakku… 

Hatiku terasa teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan, bahwa engkau adalah laki-laki yang supel, dermawan dan berbudi.

Wahai anakku… 

Apakah hatimu tidak tersentuh, terhadap seorang wanita tua yang lemah, binasa dimakan oleh rindu berselimutkan kesedihan, dan berpakaian kedukaan?!

Mengapa? Tahukah engkau itu?! Karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… Karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… Karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim.

Wahai anakku… 

Ibumu inilah sebenarnya pintu surga, maka titilah jembatan itu menujunya… Lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, kemaafan, dan balas budi yang baik… Semoga aku bertemu denganmu di sana, dengan kasih sayang Alloh ta’ala sebagaimana di dalam hadits:


الوالد أوسط أبواب الجنة فإن شئت فأضع ذلك الباب أو احفظه

Orang tua adalah pintu surga yang paling tinggi. Sekiranya engkau mau, sia-siakanlah pintu itu, atau jagalah! (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, dishohihkan oleh Albani)

Anakku… 

Aku mengenalmu sejak dahulu… semenjak engkau telah beranjak dewasa… aku tahu engkau sangat tamak dengan pahala… engkau selalu cerita tentang keuatamaan berjamaah… engkau selalu bercerita terhadapku tentang keutamaan shof pertama dalam sholat berjamaah… engkau selalu mengatakan tentang keutamaan infak, dan bersedekah…

Akan tetapi satu hadits yang telah engkau lupakan… satu keutamaan besar yang telah engkau lalaikan… yaitu bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdulloh bin Mas’ud, ia mengatakan:

سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم، قلت: يا رسول الله أي العمل أفضل؟ قال: الصلاة على ميقاتها. قلت: ثم أيُّ؟ قال: ثم بر الوا
لدين. قلت: ثم أيُّ؟ قال: الجهاد في سبيل الله. فسكت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولو استزدته لزادني. (متفق عليه)

Aku bertanya kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-: Wahai Rosululloh, amal apa yang paling mulia? Beliau menjawab: sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Kemudian berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Kemudian jihad di jalan Alloh. Lalu aku pun diam (tidak bertanya) kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- lagi, dan sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya.Itulah hadits Abdulloh bin Mas’ud…

Wahai anakku…

Inilah aku, ibumu… pahalamu… tanpa engkau harus memerdekakan budak atau banyak-banyak berinfak dan bersedekah… aku inilah pahalamu…

Pernahkah engkau mendengar, seorang suami yang meninggalkan keluarga dan anak-anaknya, berangkat jauh ke negeri seberang, ke negeri entah berantah untuk mencari tambang emas, guna menghidupi keluarganya?! Dia salami satu persatu, dia ciumi isterinya, dia sayangi anaknya, dia mengatakan: Ayah kalian, wahai anak-anakku, akan berangkat ke negeri yang ayah sendiri tidak tahu, ayah akan mencari emas… Rumah kita yang reot ini, jagalah… Ibu kalian yang tua renta ini, jagalah…

Berangkatlah suami tersebut, suami yang berharap pergi jauh, untuk mendapatkan emas, guna membesarkan anak-anaknya, untuk membangun istana mengganti rumah reotnya.
Akan tetapi apa yang terjadi, setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, yang ia bawa hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia gagal dalam usahanya. Pulanglah ia kembali ke kampungnya. Dan sampailah ia ke tempat dusun yang selama ini ia tinggal.

Apa lagi yang terjadi di tempat itu, setibanya di lokasi rumahnya, matanya terbelalak. Ia melihat, tidak lagi gubuk reot yang ditempati oleh anak-anak dan keluarganya. Akan tetapi dia melihat, sebuah perusahaan besar, tambang emas yang besar. Jadi ia mencari emas jauh di negeri orang, kiranya orang mencari emas dekat di tempat ia tinggal.

Itulah perumpaanmu dengan kebaikan, wahai anakku…

Engkau berletih mencari pahala… engkau telah beramal banyak… tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar… di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu masuk surga…

Ibumu adalah orang yang dapat menghalangimu untuk masuk surga, atau mempercepat amalmu masuk surga… Bukankah ridloku adalah keridloan Alloh?! Dan bukankan murkaku adalah kemurkaan Alloh?!

Anakku… 

Aku takut, engkaulah yang dimaksud oleh Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam- di dalam haditsnya:

رغم أنفه ثم رغم أنفه ثم رغم أنفه قيل من يا رسول الله قال من أدرك والديه عند الكبر أحدهما أو كليهما ثم لم يدخل الجنة (رواه 
مسلم)

Celakalah seseorang, celakalah seseorang, dan celakalah seseorang! Ada yang bertanya: Siapakah dia wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Dialah orang yang mendapati orang tuanya saat tua, salah satu darinya atau keduanya, akan tetapi tidak membuat dia masuk surga. (HR. Muslim 2551)

Celakalah seorang anak, jika ia mendapatkan kedua orang tuanya, hidup bersamanya, berteman dengannya, melihat wajahnya, akan tetapi tidak memasukkan dia ke surga.

Anakku… 

Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit, aku tidak akan adukan duka ini kepada Alloh, karena jika seandainya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan, yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya…

Aku tidak akan melakukannya wahai anakku… tidak… bagaimana aku akan melakukannya, sedangkan engkau adalah jantung hatiku… bagaimana ibu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit, sedangkan engkau adalah pelipur lara hatiku… bagaimana ibu tega melihatmu merana terkena doa mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku…

Bangunlah nak… bangunlah… bangkitlah nak… bangkitlah… uban-uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa, sehingga engkau akan menjadi tua pula.

الجزاء من جنس العمل

Sebagaimana engkau akan berbuat, seperti itu pula orang akan berbuat kepadamu.

الجزاء من جنس العمل

Ganjaran itu sesuai dengan amal yang engkau telah tanamkan. Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam.

Aku tidak ingin engkau menulis surat ini… aku tidak ingin engkau menulis surat yang sama, dengan air matamu kepada anak-anakmu, sebagaimana aku telah menulisnya kepadamu.

Wahai anakmu… 

bertakwalah kepada Alloh… takutlah engkau kepada Alloh… berbaktilah kepada ibumu… peganglah kakinya, sesungguhnya surga berada di kakinya… basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya… kencangkan tulang ringkihnya… dan kokohkan badannya yang telah lapuk…

Anakku… 

setelah engkau membaca surat ini, terserah padamu. Apakah engkau sadar dan engkau akan kembali, atau engkau akan merobeknya.

Wa shollallohu ala nabiyyina muhammadin wa ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Dari Ibumu yang merana.

(Disadur dari kajian Ustadz Armen -rohimahulloh- dan akan disambung dengan jawaban si anak kepada sang ibu)

=============================================
Sumber : http://addariny.wordpress.com/2010/02/05/wahai-anakku/

Seni Mencinta

Written By Unknown on Minggu, 12 Oktober 2014 | 11.16

Ada yang berbeda, ketika mata kita saling bertemu di titik yang sama. Ada yang bergetar tanpa mengenal irama, kala sesungging senyum melebar, meski entah dipersembahkan untuk siapa. Pintu yang sudah tertutup entah siapa yang mengetuk, namun aku hanya berkeinginan untuk mempersilakanmu masuk.




Kamukah itu, sosok yang selama ini aku tunggu-tunggu? Kamukah itu, pelabuhan di mana kita semestinya bertemu?

Ini baru pertemuan pertama, tapi hati seperti yakin hanya kamulah yang bisa membuatku tak ingin berjauhan lama-lama. Ini baru pertemuan pertama, tapi aku sudah menantikan pertemuan berikutnya. Ini baru pertemuan pertama, tapi kamus dikepala sudah ingin mengisi definisi-definisi tentang segala yang kau suka. Ini baru pertemuan pertama, tapi langkah kaki sudah ingin menuju ke tempat dimana kau berada. Aku bahagia tentang hadirmu yang tiba-tiba ada. Pelan-pelan akan kuordinasikan hati agar tak terlalu tinggi berekspektasi, tapi tetap menyeimbangkan percaya agar tetap tinggal di hati.

Ini salah satu ketidaksengajaan yang di rencanakan Tuhan kan?

Aku bukan yang terlalu piawai tentang cinta, seperti belum juga sepenuhnya mengerti tentang apa yang sedang kurasa. Namun kehadiranmu sudah menjadi salah satu yang selalu kutunggu-tunggu. Pertemuan kita di kali kedua adalah yang kerap kudamba-damba. Jika kita bertemu nanti, akankah semesta menciptakan kesan yang baik bagi masing-masing hati? Jika kita bertemu nanti, akankah kebahagiaan yang akan kita bawa saat pulang nanti? Aku berhenti untuk menggantungkan mimpi tinggi-tinggi, karena sadar aku bukanlah sosok yang mengerti bagaimana caranya jatuh dengan hati-hati.

Pawai cinta sedang marak-maraknya di kepala. Sekali namamu terbisik, rindu pun ikut mengusik. Pantaskah rindu kumiliki pada seorang yang ada dalam sekali temu? Tapi bukankah rindu itu tak mengenal frekuensi waktu sesering apa kita hadir dalam temu, dan selama apa aku mengenalmu? Bukankah rindu itu makanan rakyat jelata, tanpa ada status sosial yang membeda-bedakan strata? Jikalau saja bisa bernego dengan peri waktu, aku ingin Ia menghentikan jarum-jarum yang berlarian itu saat aku bersamamu. Pasti itu adalah kado termanis yang bisa dihadiahkan untukku. Tapi semesta lebih pandai dalam menguntai cerita soal cinta.

Beginilah esensi seninya perjalanan cinta, aku ingin kita perlahan-lahan menikmatinya

Kepada waktu, kutitipkan percaya tanpa sedikitpun ragu. Karena aku yakin, ia yang paling tahu kapan saat yang tepat untuk kita bertemu. Sementara senyum yang akan sedikit tersamarkan dan degup yang pastinya tak karuan kuserahkan kepada semesta. Aku tahu, ia yang paling ahli dalam mempertemukan dua hati untuk melangkah bersama. Jika ada kesempatan untuk bertemu lagi, semoga Sang Maha mengizinkanku untuk berbenah diri sehingga ke hidup ini kamu dapat dengan leluasa menjejakkan kaki. Serupa anak kecil yang paling gemar menunggu kejutan, seperti itu semestinya kita menjalani kehidupan. Maka dari itu tidak perlu aku menduga-duga akan masa depan, karena memberikan kejutan itu merupakan kesenangan Tuhan.

Selamat jatuh cinta, para pencinta.

==================
Sumber : Kolaborasi Rasa
Tim Kolaborasi Rasa, @lovepathie @estipilami dan @idrchi.

Nyaris

Aku pernah bahagia karena kita.

Aku pernah bahagia saat sayang bukan lagi sekadar kata-kata. Bahkan kita, pernah bahagia saat sedang menjalin rasa yang mereka sebut dengan cinta. Tentang menjadi alasan mengapa di hari yang buruk kita masih bisa bertukar senyum, tentang menjadi satu-satunya nama yang terucap sesaat sebelum mata memejam. Itulah kita, pada mulanya tercipta dan mungkin masih ada kenangan tersisa, maka itu masih kuingat walaupun cukup menyiksa.

Dulu, cinta seperti tamu agung yang selalu kita sanjung. Aroma asmara mengajakku merapihkan hati dan memberikan ruang untuk kau tempati. Percakapan dan pertemuan seperti barang berharga yang tidak bisa ditemui di pasaran. Hanya denganmu aku temukan kenyamanan dan perasaan-perasaan langka. Aku bahagia dengan cinta yang sederhana. Dengan dunia khayal bahwa nantinya cinta kita akan kekal. Aku dan kamu tanpa aral.

Sedikit demi sedikit aku mengumpulkan mimpi-mimpi tentang kita di masa depan. Aku tersenyum lebar walau segalanya belum menjadi kenyataan. Kamu mulai hadir menjadi alasan di balik segenap senyuman. Kini aku tahu, kali ini kita sudah saling menemukan. Aku hitung satu per satu, rasanya nyaris semua sudah kulakukan untukmu. Aku hitung satu per satu, rasanya mustahil ada alasan yang cukup kuat untuk mencegah kita tidak bersatu. Ya, kukira begitu. Namun, harapan dan kenyataan terkadang enggan sejalan. Aku dan kamu yang kukira pada mulanya sama-sama saling ingin menjadi sebuah ‘kita’ ternyata hanya wacana. Kisah klasik yang tak kesampaian, yang bingung kapan berawal, tapi tiba-tiba sudah sampai di ujungnya.

Tanya laris berbaris manis dalam kepala. Salahkah jika aku hanya ingin meminta lebih banyak kita? Salahkah jika aku kecewa begini ujungnya?

Aku selalu menjadikanmu prioritas teratas. Dan kamu selalu membuka ruang-ruang tanpa batas. Tak ada alasan rasanya untuk kita saling melepas. Tapi mengapa ‘kita’ mengabur? Melebur jadi kepingan yang perlahan nantinya akan hancur. Bukan cintakan yang luntur? Atau kita salah bergerak mundur?

Aku ingin pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan jujur.

Ternyata segalanya hanya nampak seperti cinta, tanpa pernah sedikit pun akan menjadi nyata. Sekarang aku mengerti rasanya terbang terlalu tinggi, lalu dihempaskan begitu saja tanpa tambahan waktu agar lebih mampu menghadapi. Segala sakit hati ini masih saja kuanggap seperti mimpi, sementara berlaksa maaf akan selalu tersedia untuk kamu. Di sini aku masih menanti, janji-janji yang katamu akan ditepati.

Kita yang dulu saling mendekat, sekarang menjaga agar tak melewati sekat. Kukira tujuan akhir kita sama, namun di pertengahan jalan menuju kepastian, kamu putar balik arah. Kamu seperti lelah bersamaku melangkah. Padahal jika bukan denganmu, selalu ada alasan untuk cepat menyerah. Lalu kini, aku bingung harus bagaimana. Kamu yang dulu sedekat jengkal, kini malah pintar menyangkal.

Setelah kepala berputar dengan tanya dan tak menemukan alasan pastinya, mata ditunjukkan oleh semesta bahwa kita salah menilai cinta. Ternyata, hatiku hanyalah ruang tunggu untukmu. Setelah perlahan sembuh, kau cari yang baru untuk berlabuh. Ternyata rumahmu itu bukan aku, tapi dia yang kini berdampingan denganmu. Pecahlah hatiku jadi seribu ketika telinga diserbu kabar itu. Ternyata kita memang digariskan untuk tak sampai menjadi ‘kita’. Kita bukan untuk bersama, tidak juga untuk berbagi bahagia yang masing-masing sedang kita bawa. Ternyata kita hanya sampai sedekat kata. 

Mungkin memang ada beberapa cinta yang harus tetap disimpan, tidak untuk disatukan. 

Kamulah kebahagiaan yang sudah ada di depan mata, sudah ada dalam genggaman tangan, namun akhirnya luput juga. Akulah yang selalu memimpikan, mengharapkan, lalu kini seperti ditinggalkan tanpa benar-benar pernah bersama. Ternyata sejuta hari yang kita lalui tak berarti apa-apa, sesaat setelah kamu hilang membawa asa.

Tapi tidak apa-apa. Aku bisa menerima. Begitu kan cinta seharusnya? Meski tak bersama, bukannya kita tak bisa bahagia. Tidak ada yang sia-sia. Kita seperti pecahan yang di cocokan, kemudian berpecah menemukan pasangan lainnya. Siklus itu akan selalu berputar terus sampai semesta menyerah pada arus. Dan pada akhirnya, meski kita tidak untuk bersama semoga saja bahagia sedang mengarah pada kita, dan datang secepatnya.

Untukmu, bahagiamu. Untukku, bahagiaku.

Mungkin memang seharusnya berjalan seperti itu. Aku yakin ini semua telah digariskan. Tak mungkin Tuhan tak merencanakan. Biarkan kita nikmati saat-saat terpuruk, sebab bahagia yang lebih banyak pasti sedang menunggu kita jemput.

Percayalah.

Saat tiga jemari dan hati bersatu, berkolaborasilah rasa dalam aksara yang padu menghasilkan nada-nada baru. @lovepathie @idrchi @estipilami

==================
Sumber : Kolaborasi Rasa
Tim Kolaborasi Rasa, @lovepathie @estipilami dan @idrchi.



Maaf, aku masih cinta

Tak perlu jadi yang paling pintar untuk tahu bahwa kenyataan tak selamanya sesuai harapan. Kita yang semula sulit terpisahkan, kini bertolak belakang. Dulu, kamu hanya ingin denganku, aku juga hanya ingin denganmu. Tapi ternyata hanya keinginanku yang terus bertahan seperti itu.

Dari hati yang terdalam, izinkan aku mengucap maaf. Maaf, aku terlanjur mencintamu begitu dalam. Maaf, aku merasa memilikimu, dan masih ingin begitu hingga sekarang. Maaf, tak seperti kamu, aku gagal menerima keadaan bahwa kita sudah tak sejalan. 



Entah siapa yang semestinya kusalahkan; ekspektasi yang ketinggian, atau semesta yang terlalu terlambat untuk menyadarkan. Aku butuh lebih dari sekadar waktu, untuk memahami bahwa kita sudah tidak seperti dulu lagi. Untuk memaklumi, bahwa hubungan kita sudah tidak seakrab dulu lagi. Untuk mengerti, bahwa aku sudah tidak seberarti dulu lagi. Khayal masih menerbangkanku begitu tinggi, tanpa kusadari bahwa sepasang tanganmu tak ada untuk menangkapku nanti.

Sungguh, aku turut bahagia jika kamu baik-baik saja. Namun apakah kamu tahu bahwa ‘telah terganti’ ialah tamparan keras bagi hati?

Kuharap kamu pernah mengajariku agar mengerti bahwa kelak posisiku akan terisi. Agar bisa kuterima bahwa bukan lagi aku yang kamu butuhkan saat ini.

Lalu aku bisa apa? Sementara luka kujahit sendiri, kamu di sana sudah tak lagi ambil peduli. Andai sedikit saja kamu mau menoleh lagi, lihat aku. Masih di sini, masih membuka hati, masih menganggap kamu lebih dari berarti.

Aku belum terbiasa untuk mengakui bahwa dia yang lebih bisa. Aku belum mampu untuk mengakui bahwa kini dialah tujuanmu. Kukira aku selamanya jadi yang kamu butuhkan, ternyata itu sebatas harapan. Kupikir tak ada yang bisa sepertiku dalam hidupmu, ternyata kamu menemu ia yang dengan mudah menggeser seorang aku.

Perubahan ini terjadi tanpa persiapan, kesadaran ini datang tanpa keberadaanmu. Maaf, bila yang kubutuhkan masihlah kamu di saat kamu sama sekali tidak. Kini, izinkan aku untuk membenahi lagi serpihan-serpihan yang masih berbentuk retakan. Sementara kamu, pergilah dengan sepasang tangan yang kausebut kebahagiaan.

Aku di sini, akan belajar merelakan posisi yang sudah terganti.

==================
Sumber : Kolaborasi Rasa
Tim Kolaborasi Rasa, @lovepathie @estipilami dan @idrchi.

SeLeMaH LeMaHNYa WaNiTa BiLa BeRaDa DiPuNCaK KeMaRaHaN

Written By Unknown on Senin, 22 September 2014 | 07.40

SeTiaP PRia HaRuS TaHu :

SeLeMaH LeMaHNYa WaNiTa BiLa BeRaDa DiPuNCaK KeMaRaHaN, Dia MaMPu MeMBuaT KeBeRaNiaNMu BeRaNTaKaN.




Spasi

Written By Unknown on Minggu, 07 September 2014 | 22.59

Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah Ia bermakna apabila tak ada jeda?
Dapatkah Ia dimengerti, jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak, jika ada jarak?
Dan saling menyayang, bila ada ruang?
Kasih sayang akan membawa dua orang makin berdekatan, tapi Ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu..


Nafas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi..
Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali..
Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah..
Jadi jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang..
Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat, janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung..
Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring..

-DL-
Balikpapan, 28 Agustus 2013




Tuhan Dan Tukang Cukur - ReSoNaNSi JiWa

Written By Unknown on Senin, 01 September 2014 | 15.49

Suatu hari seorang laki-laki sebut saja Steve, datang ke sebuah tempat cukur untuk memotong rambut dan jeggotnya. Iapun memulai pembicaraan yang hangat dengan tukang cukur yang melayaninya. Berbagai macam topikpun akhirnya menjadi pilihan mereka. Hingga akhirnya “TUHAN” menjadi subjek pembicaraan.

Hai Tuan… saya ini tidak percaya,  kalau Tuhan itu ada, seperti yang anda katakan tadi..” Ujar si tukang cukur.

Mendengar ungkapan itu, Steve terkejut dan bertanya,,
Mengapa anda berkata demikian??

“Iya,, jika Tuhan itu ada, mengapa banyak orang yang sakit, dan mengapa banyak anak-anak yang terlantar. Jika Tuhan itu ada tentu tidak ada sakit dan penderitaan. Tuhan apa yang mengizinkan itu semua terjadi...” Ungkap si tukang cukur tadi dengan nada tinggi.

Steve pun berpikir tentang apa yang baru saja dikatakan si tukang cukur.  Namun ia sama sekali tak memberi respon agar argument tersebut tidak lebih meluas lagi.

Saat Steve keluar dari tempat cukur tersebut, tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang laki-laki berambut panjang dan jenggotnya sangat lebat. Sepertinya ia sudah lama tidak pergi ketukang cukur. Dan itu membuatnya terlihat sangat tidak rapi. Akhirnya Steve kembali masuk ke tempat cukur tadi dan kemudian berkata kepada sang tukang cukur.

Ternyata di dunia ini tidak ada yang namanya tukang cukur...” Otomatis sang tukang cukurpun terkejut.

Bagaimana mungkin mereka tidak ada tuan.. buktinya adalah saya. Saya ada disini dan saya adalah seorang tukang cukur..” Sanggah si tukang cukur.

Dan Steve kembali berkata tegas,,  “Kalau mereka ada, tidak mungkin ada orang yang berambut panjang dan berjenggot lebat seperti bapak yang satu itu..

Ahhh... anda bisa saja Tuan...!!! Tukang cukur itu selalu ada dimana-mana..  yang terjadi pada pria ini adalah bahwa ia tidak mau datang ke tukang cukur untuk dicukur.” Jawab si tukang cukur.

Tepattt Sekali...” Tegas Steve.

Sama halnya dengan pertanyaan anda tentang Tuhan tadi. Sebenarnya Tuhan itu ada,, yang terjadi pada umat manusia adalah mereka tidak mau datang dan mencarinya. Itulah sebabnya mengapa tampak begitu banyak penderitaan diseluruh dunia ini.” Jelas Steve.

************
“Kadang kita terlalu gampang mengambil kesimpulan dari Sesuatu hal yang tidak kita pikirkan secara mendalam. Tukang cukur itu adalah diri kita juga,  yang kadang ketika menderita lalu mengatakan Tuhan tidak ada. Sementara kita barangkali tidak mengenal tuhan atau bahkan mungkin Selama ini kita tidak dekat dengannya.”


By: Resonansi Jiwa
Sumber : 

SeJaTiNYa SeoRaNG SuaMi BaGi SeoRaNG iSTRi

Written By Unknown on Sabtu, 30 Agustus 2014 | 22.25

SeSuNGGuHNY SeJaTiNYa SeoRaNG SuaMi BaGi SeoRaNG iSTRi aDaLaH SuaMi YaNG MaMPu MeMBeRi KeTeNTRaMaN DaN KeNYaMaNaN DaLaM SeGaLa SuaSaNa JuGa MaMPu MeNJaDi iMaM BaGi iSTRi DaN KeLuaRGaNYa 

aGaR aKu PaDaMu SeMaKiN CiNTa

KeBeRaDaaNMu SePeRTi aWaN YaNG TiMBuL TeNGGeLaM Di LaNGiT HaTiKu, eNTaH iTu KeSeNGaJaaN SeMeSTa aTau KeSeNGaJaaN DiRiMu aGaR aKu PaDaMu SeMaKiN CiNTa.

BaHKaN KaMu BeLuM PeRNaH MeMeLuK SeoRaNGPuN WaNiTa SePaNJaNG uSia

Written By Unknown on Jumat, 29 Agustus 2014 | 18.00

TaK SePeRTi BiaSa, HaRi iNi SaNG PeNCiNTa TeRJaGa DiSuBuH BuTa. SaNG PaGi YaNG MeLiHaT KeJaNGGaLaN iNi, DiaM DiaM MeNGHaMPiRi SaNG PeNCiNTa YaNG SeDaNG TeNGaNGa KaReNa TaK MeNeMuKaN MaTaHaRi Di KeRaJaaN PaGi.

"DiMaNa Kau SeMBuNYiKaN MaTaHaRiKu SaNG PeNCiNTa, TaK SePeRTi BiaSa Dia MeMBiaRKaNKu KeDiNGiNaN DaLaM DeKaP MeNDuNG YaNG MeRaJa." SeBaiT TaNYa DaRi PaGi YaNG KeSePiaN MeMBuaT RiNDuKu BuYaR PaDa SeSeoRaNG YaNG SeDaNG iNDaH DaLaM iNGaTaN.

"KaSiH Tau NGGaK Ya" :) " JaWaBKu NaKaL

"iiH....JaNGaN BeCaNDa DoNG SaNG, aKu KeDiNGiNaN TaNPa MaTaHaRiKu " MuLai DaCH PaGi iKuT iKuTaN RiNDu PaDa SeSuaTu

"SiNi TaK PeLuK, BiaR HaNGaTKu LuPaKaNMu PaDa NuaNSaNMu YaNG SeJuK" MuLai DaCH NGoMBaLiN SaNG PaGi YaNG SeDaNG KeSePiaN.

"aPa, KaMu Mau MeMeLuKKu YaNG SeMeSTa. YaNG BeNaR aJa SaNG, BaHKaN KaMu BeLuM PeRNaH MeMeLuK SeoRaNGPuN WaNiTa SePaNJaNG uSia. Hi...Hi..Hi...YaNG BeNaR aJa SaNG" JaWaB PaGi SaMBiL TeRTaWa SeaKaN LuPa PaDa SePi YaNG BaRu SaJa Dia DeRa.

DuCH, KaMPReT JuGa Ni Si PaGi,GiLiRaN NYeTiL BuKaNNYa PeLaN PeLaN MaLaH SaMPai RaSaKu BeRaNTaKaN. ( BeRSaMBuNG....)

Cinta itu sama seperti orang yg sedang menunggu bis

Written By Unknown on Kamis, 28 Agustus 2014 | 18.39

Sebuah bis datang, dan kamu bilang,
“Wah..terlalu penuh, sumpek, bakalan nggak bisa duduk nyaman neh!
Aku tunggu bis berikutnya aja deh.”

Kemudian, bis berikutnya datang.
Kamu melihatnya dan berkata,
“Aduh bisnya kurang asik nih, nggak bagus lagi.. nggak mau ah..”

Bis selanjutnya datang, cool dan kamu berminat,
tapi seakan-akan dia tidak melihatmu dan lewat begitu saja.

Bis keempat berhenti di depan kamu.
Bis itu kosong, cukup bagus, tapi kamu bilang,
“Nggak ada AC nih, bisa kepanasan aku”.
Maka kamu membiarkan bis keempat itu pergi.

Waktu terus berlalu,
kamu mulai sadar bahwa kamu bisa terlambat pergi ke kantor.

Ketika bis kelima datang,
kamu sudah tak sabar,
kamu langsung melompat masuk ke dalamnya.
Setelah beberapa lama, kamu akhirnya sadar kalau kamu salah menaiki bis.
Bis tersebut jurusannya bukan yang kamu tuju!
Dan kau baru sadar telah menyiakan waktumu sekian lama.

Moral dari cerita ini :
sering kali seseorang menunggu orang yang benar-benar ‘ideal’
untuk menjadi pasangan hidupnya.
Padahal tidak ada orang yang 100% memenuhi keidealan kita.
Dan kamu pun sekali-kali tidak akan pernah bisa menjadi 100% sesuai
keinginan dia. Tidak ada salahnya memiliki ‘persyaratan’ untuk ‘calon’,tapi tidak ada salahnya juga memberi kesempatan kepada yang berhenti di
depan kita.
Tentunya dengan jurusan yang sama seperti yang kita tuju
.
Apabila ternyata memang tidak cocok, apa boleh buat.
tapi kamu masih bisa berteriak ‘Kiri’ ! dan keluar dengan sopan.
Maka memberi kesempatan pada yang berhenti di depanmu,

semuanya bergantung pada keputusanmu.
Daripada kita harus jalan kaki sendiri menuju kantormu,
dalam arti menjalani hidup ini tanpa kehadiran orang yang dikasihi.

Cerita ini juga berarti,
kalau kebetulan kamu menemukan bis yang kosong,
kamu sukai dan bisa kamu percayai,
dan tentunya sejurusan dengan tujuanmu,
kamu dapat berusaha sebisamu untuk menghentikan bis tersebut di
depanmu,
agar dia dapat memberi kesempatan kepadamu untuk masuk ke dalamnya.
Karena menemukan yang seperti itu
adalah suatu berkah yang sangat berharga dan sangat berarti.
Bagimu sendiri, dan bagi dia
.

Lalu bis seperti apa yang kamu tunggu??????

Sumber : Facebook muhamad-al-khawarizmi